Laman

Kamis, 31 Januari 2013

Makna sesajian setelah kelahiran dalam masyarakat Jawa di zaman modern



Prolog
            Kemodernan yang dangkal menenggelamkan makna-makna indah sesajian. Sesajian merupakan ungkapan doa kepada Tuhan seakan menjadi tidak berarti dan tidak penting. Manusia modern adalah manusia yang mengerti kemajuan zaman dengan tidak meninggalkan makna hidup manusia yang sejati. Dalam hal ini, modern sering diidentikkan dengan adanya degradasi pemaknaan yang sesungguhnya dalam masyarakat.
            Dalam tulisan ini, dipaparkan secara sederhana tentang pemaknaan sesaji setelah kelahiran sebab banyak orang sudah tidak melakukan sesajian untuk orang setelah kelahiran.

Mind Mapping
Filsafat budaya
Budaya muncul dari habit atau kebiasaan yg kemudian menjadi ritus
Habit -->  ritus --> budaya
Berasal dari cara berpikir manusia dan didasarkan pada cara hidup
Cara hidup inilah  yang membuat manusia selalu berpikir untuk bertindak sehingga memampukan membuat cara hidup yang baru

Tradisi setelah kelahiran
  1. Pemotongan Usus
Usus bayi dipotong dengan menggunakan welat (benda tajam, semacam pisau yang terbuat dari bambu wulung), dan dilandasi kunyit lalu darahnya diusapkan dibibir bayi, supaya bibirnya merah. Kemudian welat tersebut dirawat dan disimpan, maka dari itu sering ada istilah sedulur tunggal welat.
  1. Menanam ari – ari
Ari – ari ditempatkan didalam kendhil dan diberi alas daun talas, daun talas merupakan daun yang tidak menyerap air, ini merupakan symbol yang menyimpan harapan supaya kelak si anak tidak hanya memikirkan hal - hal duniawi saja. Sesajen yang lain adalah kembang boreh, minyak wangi, dan kunir yang dipakai untuk landasan. Didalam kendhil, selain ada ari – ari, juga diberi garam, benang, jarum, kinang, kemiri, tulisan arab, Jawa, atau huruf alphabet, hal itu mempunyai maksud agar kelak anak tersebut menguasai bahasa dengan baik. Kemudian kendhil dibungkus dengan lemper dan dibungkus kain mori. Ari – ari ada yang dilabuh, dan ada yang ditanam sendiri didepan rumah.
  1. Selamatan brokohan (berkah)
Selamatan brokohan (berkah / syukuran) diadakan bagi bayi yang telah lahir, dengan harapan supaya anak yang lahir hidupnya mendapat berkah, sesajennya antara lain :
1.      Telur mentah sebanyak hitungan harinya (menurut Jawa), maksudnya adalah meskipun bayi sudah lahir, tetapi ia telah menyatu dengan sang ibu.
2.      Dhawet dan gula jawa
3.      Nasi tumpeng dengan daging kerbau Satu
4.      Ayam bakar dengan sambal gudhangan dan sayur bayam
Selamatan brokohan ini juga bertujuan supaya ibu dan anak mendapat keselamatan penuh berkah dalam menjalani hidup.
  1. Puput puser (puputan)
Puputan adalah sisa usus yang menempel di pusar telah kering dan lepas atau jatuh. Bekas usus tersebut kemudian disimpan. Sesajennya adalah bubur merah, bubur baro – baro, jajan pasar. Pada malam harinya si anak diberi nama. Tujuan dari selametan ini adalah supaya kelak anak tersebut tidak mempunyai penyakit, terutama penyakit perut.
  1. Selamatan sepasaran (5 hari)
Sajiannya berupa nasi tumpeng dengan sayur mayur, bubur merah – putih yang merupakan representasi asal – usul manusia yang berasal dari ibu dan ayah, bubur baro – baro, iwel – iwel dan jajan pasar. Tujuan syukuran ini adalah agar anak tersebut terhindar dari gangguan metafisik (sawan).
  1. Selamatan selapanan (35 hari)
Sajiannya sama dengan selamatan sepasaran. Tujuan slametan ini adalah supaya anak tersebut selalu sehat.
  1. Selamatan tedhak siti (tedhak siten)
Dilakukan apabila anak telah berumur 7 lapan (245 hari). Sajiannya sama dengan selamatan selapanan dan sepasaran, sarananya adalah sebagai berikut :
1.      Jadah tetel yang diberi tujuh warna, yaitu merah, putih, hitam, kuning, biru, merah muda, dan ungu. Maksudnya supaya si anak mengetahui dan dapat mengatasi berbagai cobaan didunia. Jadah adalah makanan yang terbuat dari ketan, oleh karenanya jangan sampai anak raket kaliyan setan, dekatlah dengan Tuhan dengan jalan mujahadah.
2.      Padi dan kapas, merupakan lambang sandhang dan pangan, dengan harapan supaya kelak diberi murah rejeki.
3.      Tangga yang dibuat dari tebu Arjuna, tebu merupakan kepanjangan dari anteping kalbu. Hal itu mengandung harapan supaya anak tersebut tidak gumunan, hatinya mantap, tenang, hidupnya selalu bahagia, dan bersifat seperti arjuna yang sakti, berjiwa ksatria, dan berhati mulia.
4.      Bokor, berisi beras kuning dan macam – macam uang, dengan harapan supaya anak tersebut menjadi anak yang sukses dan hartanya melimpah.
5.      Kurungan ayam, berisi peralatan pekerjaan, dengan harapan supaya anak kelak menjadi seseorang yang tekun dan pekerja keras.

Tata cara pelaksanaan tedhak siten :
·         Si anak dituntun untuk menginjak jadah yang berwarna – warni
·         Anak tersebut dimasukkan ke dalam kurungan dan disuruh mengambil peralatan pekerjaan yang ada, yang diharapkan kelak menjadi lambang cita – cita atau bakat anak tersebut.
·         Beras kuning atau mata uang disebarkan supaya diambil oleh tamu / hadirin, dengan maksud supaya anak tersebut senang member serta menolong sesama dan dapat hidup bahagia serta mulia.
·         Anak tersebut dibawa masuk ke rumah dan didudukkan di atas tikar, kemudian bokor yang berisi beras kuning dan macam – macam uang didekatkan supaya diambil oleh anak tersebut.
Berbagai urutan upacara diatas mempunyai maksud semboyan atau makna, ‘sabda kinarya japa, nama kinarya tandha, wujude lambang isine piwulang’ yang artinya segala perkataan yang keluar dari bibir merupakan doa, nama merupakan pertanda, lambang berisi ajaran.
Lunturnya tradisi di zaman modern
Orang hanya ingin instan melakukan doa sehingga sesajian menjadi sesuatu yang merepotkan, padahal sesajian merupakan wujud persembahan atas hidup yang diberikan Tuhan. Hal inilah yang menyebabkan pemaknaan pada sesajian luntur. Pemaknaan yang luntur berarti melunturkan arti dan tradisi yang menjadi budaya masyarakat.
Cara berpikir instan yang melunturkan budaya disebabkan oleh perubahan zaman yang cepat ini meruntuhkan cara berpikir tradisional masyarakat yang penuh dengan symbol sebagai ungkapan atas hidup. Dalam kemodernan saat ini sudah tidak ada symbol lagi.
Kelahiran merupakan anugerah kehidupan baru yang mempunyai banyak symbol. Symbol masyarakat tradisional atas kelahiran baru sebagai  ungkapan persembahan syukur yang akhirnya memampukan masyarakat tersebut untuk tumbuh dalam nilai etik dan budaya yang luhur. Berbeda dengan masyarakat modern, masyarakat modern mengalami degradasi nilai dan etik sebab tidak ada lagi cara berpikir yang mampu memahami arti syukur atas hidup. Dalam masyarakat modern yang muncul adalah pendidikan berdasar pada apa yang nampak nyata demi keuntungan (sikap utilitaris).
Perkembangan teknologi juga merupakan salah satu pemicu lunturnya tradisi di zaman modern ini, dimana teknologi yang semakin berkembang pesat tidak sejalan dengan kemajuan perkembangan psikologis masyarakat, sehingga tradisi yang ada di masyarakat semakin lama semakin tergeser.


Daftar Pustaka
Wiyasa Bratawidjaja, Thomas. 1988. Upacara Tradisional Masyarakat Jawa. Jakarta :
Pustaka Sinar
Imam Sutardjo. 2008. Kajian Budaya Jawa. Surakarta : Jurusan Sastra Jawa FSSR
            UNS
Suwardi Endraswara. 2006. Mistik Kejawen: Sinkretisme, Simbolisme, dan Sufisme
            dalam Budaya Spiritual Jawa. Yogyakarta : Narasi


(Tugas Individu Mata Kuliah Filsafat  Budaya)






1 komentar:

  1. hehee.. menarik sekali "Kemodernan yang dangkal menenggelamkan makna-makna indah sesajian"
    ya.. bisa dibilang seperti itulah. kurang bs menghargai, etika, estetika & realita

    BalasHapus