Laman

Minggu, 10 Februari 2013

Nyethe, Tak Hanya Asal Oles


        Nyethe berasal dari kata dalam bahasa Jawa cethe yang berarti endapan kopi. Nyethe merupakan kegiatan menggambar atau melukis dengan rokok sebagai media lukis, serta endapan kopi atau cethe sebagai pewarna utamanya. 




       Pada mulanya kegiatan nyethe ini hanya dikenal di Tulung Agung, Jawa timur, kemudian kesenian ini lambat laun merambah ke berbagai wilayah di Indonesia. Konon katanya, kegiatan nyethe ini dulu dilakukan oleh para petani di Tulung Agung saat sedang istirahat siang sambil ngobrol. Biasanya para istri petani mengirimkan makan siang untuk para petani, para petani biasanya mengoleskan endapan kopi pada rokoknya ketika rokok mereka habis. Dari sinilah berkembang kesenian nyethe ini.





       Ada berbagai macam motif yang digunakan dalam kegiatan nyethe ini, mulai dari motif yang berbentuk sulur-suluran, batik, kubisme, tribal, wayang, tulisan, bahkan gambar kartun. Maka, tak heran pula banyak yang menyebut kegiatan nyethe ini sebagai “membatik rokok”.





        Ada berbagai macam asumsi dan sudut pandang masyarakat mengenai aktivitas nyethe ini, baik asumsi negatif maupun positif. Banyak masyarakat berpendapat bahwa kegiatan ini adalah kegiatan wong kurang gawean (orang kurang kerjaan), bahkan ada juga yang berpendapat bahwa kegiatan ini kurang bermanfaat, sia-sia belaka, dan membuang waktu. Namun ternyata banyak manfaat positif  yang dapat diambil, manfaat tersebut antara lain :
  • Mengasah Kecerdasan sosial dan kemampuan berkomunikasi, ketika seseorang melakukan kegiatan ngopi dan nyethe, seseorang dalam suasana yang santai berkumpul dan saling berinteraksi satu sama lain, terlebih lagi jika sama-sama sedang nyethe. Kegiatan ini bersifat sangat santai dan terbuka, dan tentu saja dapat memperluas pergaulan seseorang.
  • Dapat membentuk komunitas baru, setelah terjadi interaksi sosial antara sesama penyethe, dapat terbentuk komunitas baru karena adanya obrolan-obrolan ringan namun berbobot antara sesama penyethe yang saling menemukan kecocokan.
  • Sebagai hiburan dan penghilang stress, ketika melakukan kegiatan nyethe dan ngopi, seseorang akan saling berinteraksi, bercanda tawa, sambil menyalurkan hobi berkesenian melalui nyethe dan tentu saja sambil ngopi.
  • Dapat memperluas wawasan melalui obrolan ringan antar teman.
  • Mengasah kemampuan berkesenian.
  • Mengasah kreativitas untuk menciptakan motif-motif baru dan unik di atas media rokok.
  • Dapat menambah kenikmatan ngopi, seseorang dapat menikmati sensasi kopi dari rokok yang telah digambari dengan olesan kopi ketika dibakar, dan ini merupakan kenikmatan tersendiri bagi para penikmat kopi dan rokok.

       Saat ini kegiatan nyethe sudah banyak dilakukan pada komunitas-komunitas tertentu, bahkan tak jarang pula diadakan kegiatan seperti lomba nyethe. Hal ini tak menutup kemungkinan bahwa nyethe dapat memperkaya khazanah kesenian nusantara.




(Dari berbagai sumber dan pengalaman pribadi)

Minggu, 03 Februari 2013

Filologi



·         Filologi  adalah ilmu yang objek penelitiannya naskah-naskah lama.
·         Naskah adalah semua bahan tulisan tangan peninggalan nenek moyang kita pada kertas, kulit kayu dan rotan. Tulisan tangan pada kertas itu biasanya dipakai pada naskah-naskah yang berbahasa melayu dan yang berbahasa Jawa, lontar banyak dipakai pada naskah berbahasa Jawa dan Bali. Kulit kayu dan rotan biasanya digunakan pada naskah – naskah yang berbahasa batak. Dalam bahasa Latin naskah ini disebut codex, dan dalam bahasa Inggris disebut manuscripts, dan dalam bahasa Belanda disebut handscript. Hal ini perlu dijelaskan untuk membedakan peninggalan tertulis pada batu. Batu yang biasanya mempunyai tulisan itu biasa disebut piagam, batu bersurat, atau inskripsi. Dan ilmu pada bidang tulisan pada batu disebut epigrafi. Epigrafi merupakan bagian dari arkeologi.
·         Naskah bukanlah perhiasan yang bisa dibanggakan dengan mempertontonkannya saja. Naskah itu baru berharga apabila masih dapat dibaca dan dipahami isinya.
·         Keberagaman sastra Nusantara tidak hanya dari segi isinya, tetapi juga dari segi bentuk, bahasa, aksara, dan bahan yang digunakan.
·         Hasil sastra pada naskah ini dapat dikatakan sebagai periode kedua dalam kehidupan sastra pada umumnya. Tahap pertama kehidupan sastra itu muncul secara lisan, sebelum orang mengenal tulisan.
Berdasarkan pengamatan terhadap naskah – naskah yang ada, dapat diperkirakan bagaimana menyalin naskah tersebut. Pertama, penyalin menyalin naskah secara otomatis, tidak cermat dan tidak memperhatikan isi kalimat naskah yang disalinnya itu, sehingga naskah itu seringkali terjadi kesalahan tulis. Kedua penyalin menyalin naskah dengan cara memperhatikan isi kalimat naskah yang disalin itu, sehingga ia dengan sengaja mengubah kata, menambah atau mengurangi kata – kata atau susunan kalimat yang dianggap salah itu. Dalam naskah semacam ini terdapat banyak kata atau kalimat yang berbeda. Ketiga penyalin menyalin suatu naskah dengan gaya bahasanya sendiri sehingga terdapat beberapa naskah yang gaya bahasanya berbeda. Dan kemungkinan keempat seperti telah disebutkan di atas teks naskah disalin dari sastra lisan, sudah barang tentu dalam menuliskan teks lisan itu ada bagian yang lupa, atau susunan ceritanya berbeda.

(Metode Penelitian Filologi Dr. H. Edwar Djamaris, APU, Pusat Bahasa Jakarta, CV. Manasco, Jakarta, 2002)