Prolog
Kemodernan yang dangkal
menenggelamkan makna-makna indah sesajian. Sesajian merupakan ungkapan doa
kepada Tuhan seakan menjadi tidak berarti dan tidak penting. Manusia modern
adalah manusia yang mengerti kemajuan zaman dengan tidak meninggalkan makna
hidup manusia yang sejati. Dalam hal ini, modern sering diidentikkan dengan
adanya degradasi pemaknaan yang sesungguhnya dalam masyarakat.
Dalam tulisan ini, dipaparkan secara
sederhana tentang pemaknaan sesaji setelah kelahiran sebab banyak orang sudah
tidak melakukan sesajian untuk orang setelah kelahiran.
Mind Mapping
Filsafat budaya
Budaya muncul dari habit atau kebiasaan yg kemudian
menjadi ritus
Habit -->
ritus --> budaya
Berasal dari cara berpikir manusia dan didasarkan
pada cara hidup
Cara hidup inilah
yang membuat manusia selalu berpikir untuk bertindak sehingga memampukan
membuat cara hidup yang baru
Tradisi setelah kelahiran
- Pemotongan Usus
Usus
bayi dipotong dengan menggunakan welat (benda tajam, semacam pisau yang terbuat
dari bambu wulung), dan dilandasi kunyit lalu darahnya diusapkan dibibir bayi,
supaya bibirnya merah. Kemudian welat tersebut dirawat dan disimpan, maka dari
itu sering ada istilah sedulur tunggal welat.
- Menanam ari – ari
Ari
– ari ditempatkan didalam kendhil dan diberi alas daun talas, daun talas
merupakan daun yang tidak menyerap air, ini merupakan symbol yang menyimpan
harapan supaya kelak si anak tidak hanya memikirkan hal - hal duniawi saja.
Sesajen yang lain adalah kembang boreh, minyak wangi, dan kunir yang dipakai
untuk landasan. Didalam kendhil, selain ada ari – ari, juga diberi garam,
benang, jarum, kinang, kemiri, tulisan arab, Jawa, atau huruf alphabet, hal itu
mempunyai maksud agar kelak anak tersebut menguasai bahasa dengan baik.
Kemudian kendhil dibungkus dengan lemper dan dibungkus kain mori. Ari – ari ada
yang dilabuh, dan ada yang ditanam sendiri didepan rumah.
- Selamatan brokohan (berkah)
Selamatan
brokohan (berkah / syukuran) diadakan bagi bayi yang telah lahir, dengan
harapan supaya anak yang lahir hidupnya mendapat berkah, sesajennya antara lain
:
1. Telur
mentah sebanyak hitungan harinya (menurut Jawa), maksudnya adalah meskipun bayi
sudah lahir, tetapi ia telah menyatu dengan sang ibu.
2. Dhawet
dan gula jawa
3. Nasi
tumpeng dengan daging kerbau Satu
4. Ayam
bakar dengan sambal gudhangan dan sayur bayam
Selamatan
brokohan ini juga bertujuan supaya ibu dan anak mendapat keselamatan penuh
berkah dalam menjalani hidup.
- Puput puser (puputan)
Puputan
adalah sisa usus yang menempel di pusar telah kering dan lepas atau jatuh.
Bekas usus tersebut kemudian disimpan. Sesajennya adalah bubur merah, bubur
baro – baro, jajan pasar. Pada malam harinya si anak diberi nama. Tujuan dari
selametan ini adalah supaya kelak anak tersebut tidak mempunyai penyakit,
terutama penyakit perut.
- Selamatan sepasaran (5 hari)
Sajiannya
berupa nasi tumpeng dengan sayur mayur, bubur merah – putih yang merupakan
representasi asal – usul manusia yang berasal dari ibu dan ayah, bubur baro –
baro, iwel – iwel dan jajan pasar. Tujuan syukuran ini adalah agar anak
tersebut terhindar dari gangguan metafisik (sawan).
- Selamatan selapanan (35 hari)
Sajiannya
sama dengan selamatan sepasaran. Tujuan slametan ini adalah supaya anak tersebut
selalu sehat.
- Selamatan tedhak siti (tedhak siten)
Dilakukan
apabila anak telah berumur 7 lapan (245 hari). Sajiannya sama dengan selamatan
selapanan dan sepasaran, sarananya adalah sebagai berikut :
1. Jadah
tetel yang diberi tujuh warna, yaitu merah, putih, hitam, kuning, biru, merah
muda, dan ungu. Maksudnya supaya si anak mengetahui dan dapat mengatasi
berbagai cobaan didunia. Jadah adalah makanan yang terbuat dari ketan, oleh
karenanya jangan sampai anak raket
kaliyan setan, dekatlah dengan Tuhan dengan jalan mujahadah.
2. Padi
dan kapas, merupakan lambang sandhang dan pangan, dengan harapan supaya kelak
diberi murah rejeki.
3. Tangga
yang dibuat dari tebu Arjuna, tebu merupakan kepanjangan dari anteping kalbu. Hal
itu mengandung harapan supaya anak tersebut tidak gumunan, hatinya mantap,
tenang, hidupnya selalu bahagia, dan bersifat seperti arjuna yang sakti,
berjiwa ksatria, dan berhati mulia.
4. Bokor,
berisi beras kuning dan macam – macam uang, dengan harapan supaya anak tersebut
menjadi anak yang sukses dan hartanya melimpah.
5. Kurungan
ayam, berisi peralatan pekerjaan, dengan harapan supaya anak kelak menjadi
seseorang yang tekun dan pekerja keras.
Tata
cara pelaksanaan tedhak siten :
·
Si anak dituntun untuk menginjak jadah
yang berwarna – warni
·
Anak tersebut dimasukkan ke dalam
kurungan dan disuruh mengambil peralatan pekerjaan yang ada, yang diharapkan
kelak menjadi lambang cita – cita atau bakat anak tersebut.
·
Beras kuning atau mata uang disebarkan
supaya diambil oleh tamu / hadirin, dengan maksud supaya anak tersebut senang
member serta menolong sesama dan dapat hidup bahagia serta mulia.
·
Anak tersebut dibawa masuk ke rumah dan
didudukkan di atas tikar, kemudian bokor yang berisi beras kuning dan macam –
macam uang didekatkan supaya diambil oleh anak tersebut.
Berbagai
urutan upacara diatas mempunyai maksud semboyan atau makna, ‘sabda kinarya japa, nama kinarya tandha,
wujude lambang isine piwulang’ yang artinya segala perkataan yang keluar
dari bibir merupakan doa, nama merupakan pertanda, lambang berisi ajaran.
Lunturnya tradisi di zaman modern
Orang
hanya ingin instan melakukan doa sehingga sesajian menjadi sesuatu yang
merepotkan, padahal sesajian merupakan wujud persembahan atas hidup yang
diberikan Tuhan. Hal inilah yang menyebabkan pemaknaan pada sesajian luntur.
Pemaknaan yang luntur berarti melunturkan arti dan tradisi yang menjadi budaya
masyarakat.
Cara
berpikir instan yang melunturkan budaya disebabkan oleh perubahan zaman yang
cepat ini meruntuhkan cara berpikir tradisional masyarakat yang penuh dengan
symbol sebagai ungkapan atas hidup. Dalam kemodernan saat ini sudah tidak ada
symbol lagi.
Kelahiran
merupakan anugerah kehidupan baru yang mempunyai banyak symbol. Symbol
masyarakat tradisional atas kelahiran baru sebagai ungkapan persembahan syukur yang akhirnya
memampukan masyarakat tersebut untuk tumbuh dalam nilai etik dan budaya yang
luhur. Berbeda dengan masyarakat modern, masyarakat modern mengalami degradasi
nilai dan etik sebab tidak ada lagi cara berpikir yang mampu memahami arti syukur
atas hidup. Dalam masyarakat modern yang muncul adalah pendidikan berdasar pada
apa yang nampak nyata demi keuntungan (sikap utilitaris).
Perkembangan
teknologi juga merupakan salah satu pemicu lunturnya tradisi di zaman modern
ini, dimana teknologi yang semakin berkembang pesat tidak sejalan dengan
kemajuan perkembangan psikologis masyarakat, sehingga tradisi yang ada di
masyarakat semakin lama semakin tergeser.
Daftar
Pustaka
Wiyasa Bratawidjaja,
Thomas. 1988. Upacara Tradisional Masyarakat Jawa. Jakarta :
Pustaka
Sinar
Imam Sutardjo. 2008.
Kajian Budaya Jawa. Surakarta : Jurusan Sastra Jawa FSSR
UNS
Suwardi Endraswara.
2006. Mistik Kejawen: Sinkretisme, Simbolisme, dan Sufisme
dalam Budaya Spiritual Jawa. Yogyakarta : Narasi
(Tugas Individu Mata Kuliah Filsafat Budaya)
hehee.. menarik sekali "Kemodernan yang dangkal menenggelamkan makna-makna indah sesajian"
BalasHapusya.. bisa dibilang seperti itulah. kurang bs menghargai, etika, estetika & realita